Dalam bukunya Blain Brown menjelaskan tentang ruang film yaitu Ruang film merupakan pengenalan dasar menuju kepada pemahaman esensi konsep visual storytelling (penceritaan). Hal ini sangat penting agar seorang sinematografer atau videografer yang mendampingi sutradara bukan hanya sekedar teknisi yang merancang syuting yang bagus, melainkan juga memahami bagaimana sinematografi dapat mendukung storyteling.
Ruang film berhubungan dengan teknik sinematik. Pada jaman dulu ketika pertama kali manusia membuat sebuah karya film atau video, layaknya drama panggung tidak terdapat pengaturan tata sinema seperti memperlihatkan adegan orang yang sedang bersin, atau orang yang meninggalkan kereta api, dan sebagainya. Tetapi sekarang semua diatur untuk lebih memberikan efek drama yang dapat berkomunikasi dengan pemirsa. Teknik sinematik sangat berhubungan dengan membangun persepsi pertanyaan dan harapan pada benak pemirsa. Seperti misalnya, mengapa dia menangis, apakah cerita ini menuju ke happy ending atau sadness dan sebagainya. Untuk menghasilkan urutan persepsi yang sama antara pembuat film atau video dengan pemirsanya maka perlu diatur pemunculan sequence dari adegan-adegan.
Misalnya:
- Long shot: hutan yang gelap dan rimbun
- Close on: wajah laki-laki yang marah. Matanya melotot, mulutnya menyeringai, gigi- giginya gemeretak
- Close on: tangannya mengepal, otot-otot lengannya menonjol.
- Wide Shot: dua orang laki-laki terlihat berhadapan.
Dengan melihat urutan adegan tersebut nampak bahwa sutradara sedang mengarahkan pemirsa bahwa akan terjadi pertarungan dahsyat antara dua orang laki-laki. Ide utama dari ruang film adalah menciptakan bahasa visual untuk berkomunikasi antara pembuat film atau video dengan pemirsa atau audiens. Metode ruang film adalah dengan membagi-bagi realitas tiga dimensi dunia nyata ke dalam bagian-bagian kecil dan memperlihatkan ke pemirsa dalam urutan yang direncanakan.
Dalam uraiannya Blain Brown menjelaskan sangat rinci tentang hal ini. Di artikel ini saya meringkas beberapa teori dari beliau. Beberapa bagian tema-tema itu seperti tentang Subyektif dan obyektif POV (Point of View).
Subyektif dan obyektif POV (Point of View)
Dalam kata ganti orang terdapat kata ganti orang pertama yang dikenal dengan “saya”, kata ganti orang kedua yang dikenal dengan “anda” dan kata ganti orang ketiga yang dikenal dengan “mereka”. Kata ganti ketiga disebut obyektif, kata ganti pertama disebut subyektif dan kata ganti kedua menempati posisi diantaranya. Dalam sinematografi hal tersebut dapat direpresentasikan dengan pengaturan angle kamera yang disebut POV (Point Of View). Hal ini biasa diaplikasikan pada adegan orang yang berdialog atau sedang berbicara. Ilustrasi gambar penempatan kamera seperti di bawah ini:

Dari ilustrasi yang digambarkan Blain Brown, menunjukkan bahwa pengambilan gambar sebuah kamera dari sisi yang berbeda akan mengakibatkan perubahan dampak ruang yang berbeda pula. Kamera yang diletakkan pada bagian belakang karakter/pemain akan menampilkan subyektifitas pemain dalam artian kesan dalam film menjadi lebih subyektif berinteraksi dengan pemirsa. Sebaliknya jika kamera digeser pada penampilan dua pemain tersebut diatas maka penonton akan merasakan obyekti seorang pemain. Hal ini harus dipahami oleh seorang sutradara maupun sinematografer dalam melakukan pembangunan adegan.
Subyektif dan obyektif POV (Point of View)
Dalam kata ganti orang terdapat kata ganti orang pertama yang dikenal dengan “saya”, kata ganti orang kedua yang dikenal dengan “anda” dan kata ganti orang ketiga yang dikenal dengan “mereka”. Kata ganti ketiga disebut obyektif, kata ganti pertama disebut subyektif dan kata ganti kedua menempati posisi diantaranya. Dalam sinematografi hal tersebut dapat direpresentasikan dengan pengaturan angle kamera yang disebut POV (Point Of View). Hal ini biasa diaplikasikan pada adegan orang yang berdialog atau sedang berbicara. Ilustrasi gambar penempatan kamera seperti di bawah ini:

Dari ilustrasi yang digambarkan Blain Brown, menunjukkan bahwa pengambilan gambar sebuah kamera dari sisi yang berbeda akan mengakibatkan perubahan dampak ruang yang berbeda pula. Kamera yang diletakkan pada bagian belakang karakter/pemain akan menampilkan subyektifitas pemain dalam artian kesan dalam film menjadi lebih subyektif berinteraksi dengan pemirsa. Sebaliknya jika kamera digeser pada penampilan dua pemain tersebut diatas maka penonton akan merasakan obyekti seorang pemain. Hal ini harus dipahami oleh seorang sutradara maupun sinematografer dalam melakukan pembangunan adegan.
No comments:
Post a Comment